(Ilustrasi: @candraniyulis)
Genre Rhythm & Blues (R&B/RnB) sempat populer di Indonesia pada awal millennium 2000. R&B adalah “ulenan kalis” dari tiga genre (Jazz, Gospel & Blues) yang notabene diperkenalkan oleh musisi Afrika-Amerika sejak tahun 1940-an di Amerika Serikat. Musisi papan atas seperti Glenn Freddly, Dewi Sandra, Agnes Monica terkenal mengusung jenis musik ini lewat perusahaan rekaman raksasa. Sejumlah penyanyi wanita seperti Raisa, Isyana Sarasvati atau Yura Yunita pun kerap bernyanyi dengan teknik vokal yang acap kali digunakan vokalis R&B, namun mereka lebih sering dilabeli sebagai penyanyi pop.
Dewasa ini, banyak juga penyanyi muda yang mengusung R&B lewat jalur independen di Indonesia. Kebanyakan menggunakan lirik Bahasa Inggris. Mungkin pilihan itu dinilai lebih cocok dengan vibe R&B yang western. Lagi pula saat mereka bergerak lewat jalur independen, kemungkinan tidak ada paksaan penggunaan bahasa yang bisa lebih dipahami oleh target market. Malah sebaliknya, penggunaan lirik Inggris bisa membuat mereka menembus market global seiring dengan memudarnya batas-batas negara di era internet seperti yang terjadi pada Niki.
Adalah Sivia Azizah, atau yang bernama panggung Sivia, yang justru mengambil pilihan sebaliknya. Meski memproduksi album secara independen lewat labelnya SIVIA Music, ia menggunakan 99 persen Bahasa Indonesia di album perdananya “Love Spells” yang rilis di bulan September ini. Lalu bagaimana 1 persen yang lain?
Intro
“Love Spells” merupakan album sulung dari Sivia setelah belasan tahun malang melintang di industri hiburan Indonesia. Gen Z kelahiran 1997 ini awalnya lebih dikenal sebagai finalis ajang pencarian bakat anak Idola Cilik musim pertama (2008). Pada tahun 2011, ia bergabung dengan girlband BLINK dan membintangi sejumlah sinetron remaja. Selain penyanyi, Sivia pun dikenal sebagai influencer dan brand ambassador produk shampo. Ia juga memiliki personal branding sebagai perempuan berhijab namun tetap terkesan swag. Poin-poin eksternal ini pun tidak bisa dinegasikan untuk melihat bagaimana album ini diterima para pendengarnya yang didominasi oleh remaja putri.
Sivia adalah seorang penyanyi terlatih (trained singer). Di usia lima tahun, ia sudah menjadi murid di Elfa’s Music School (2002-2008). Meski memiliki suara lembut yang terkesan tidak terlalu powerful seperti layaknya penyanyi R&B, Soul maupun Gospel, namun lewat album ini Sivia memamerkan penguasaan teknik vokalnya yang sublim. Pun sebagai singer-songwriter, ia mengaku mengabadikan proses kehidupannya untuk bisa mencintai diri sendiri (self-love). Konsep self-love saat ini menjadi topik pembicaraan dominan baik online maupun offline terutama di kalangan millennial dan Gen Z, khususnya lagi perempuan. Isu ini tidaklah muncul di ruang hampa. Tentu saja ada pemicunya. Salah satunya budaya patriarki yang sering membuat perempuan merasa punya kewajiban untuk selalu membuat sekelilingnya bahagia (partner, keluarga, dsb), meskipun kondisi jiwanya sendiri berkebalikan.
Album ini dibuka oleh nomor berjudul “Intro”. Musik pembuka 32 detik ini adalah kombinasi agung dari denting piano, harmonisasi choir dan vokalisasi Sivia yang mengingatkan kita pada penyanyi R&B besar seperti Mariah Carey ataupun Ariana Grande. “Intro” adalah pintu yang signifikan untuk mengenalkan pendengar pada album ini keseluruhan. Saya menyebut “Love Spells” sebagai album R&B yang sangat kental dengan kesan Gospel. Penggunaan choir pada hampir seluruh track di “Love Spells” membuat album Sivia ini menjadi berbeda dibanding single/album karya penyanyi-penyanyi R&B Indonesia seangkatannya yang biasanya lebih didominasi oleh beat-beat intens.
Track kedua, “New York” dibuka dengan choir ditimpa dengan vokalisasi Sivia yang menggunakan head voice. Dengan dentuman beat yang mild, denting piano, background choir, Sivia melagukan tentang sebuah ruang yang ia sukai bernama kota New York, yang membuatnya bisa menjadi diri sendiri dan mampu merasa cukup dengan diri sendiri (self-sufficient). “…aku bisa tanpamu, aku bisa tanpamu, ini terasa cukup bagiku..” seperti mantra yang direpetisi kala memutuskan untuk keluar dari sebuah romantika yang adiktif.
Disusul “Storm”, track ketiga ini memiliki jalinan lirik laksana badai yang dipersonifikasi sebagai seseorang yang marah. “..Pergilah jauh dariku.. usah kau ingat yang lalu..” merupakan jawaban dari seseorang yang muntab saat kekasihnya meminta dirinya untuk tetap tinggal. Beat khas R&B absen di nomor ini dan hanya menyisakan oleh piano, choir, dan vokal Sivia yang menunjukkan kepiawaiannya dalam teknik Riff n Runs nan dinamis serta vocal control yang terukur.
“Love Jokes” selanjutnya hadir dengan membawa sempilan-sempilan bunyi pipa organ yang menegaskan kentalnya pengaruh Gospel di album ini. “Old Love” menampilkan kembali beat-beat ringan, organ pipa, sedikit choir melantunkan gita tentang kenangan cinta lama dan godaan untuk kembali ke sebuah situasi yang familiar. “Ego” menurut Sivia adalah track yang paling Emo di mana ia menjahit lirik emosional yang lugas seperti “..sibuk melindungi hati yang harusnya tidak dilindungi..”.
Tiga lagu terakhir diisi oleh nomor-nomor jagoan di album ini. “Love Spells” memiliki kesan yang berbeda dari track-track sebelumnya. Dalam teori-teori musik dan psikologi, biasanya nada minor disusun untuk menimbulkan perasaan sedih, melankoli, dan deretan perasaan negatifnya. Sementara nada mayor untuk oposisinya. “Love Spells” bisa diibaratkan ada di kelas mayor. Lirik tentang seseorang yang jatuh cinta dan optimisme akan hubungan yang lebih baik, mutual dan saling mengisi. Choir pada nomor ini pun sangat ceria dan membuat yang mendengar tidak bisa menahan untuk ikut berdendang dan menari mengikuti nada dari beat-beat dan terompetyang lincah. Selanjutnya “Goodbye Rumbling Heart” yang kembali berbicara tentang upaya memupuk keberanian untuk meninggalkan sebuah hubungan yang tidak sehat atau sekarang biasa disebut Toxic Relationship. Lirik “.. ku lawan diri sendiri, berperang dalam hati. Haruskah aku selamatkan diri, dari kau yang setengah hati, saatnya aku pergi..” membuat “Goodbye Rambling Heart” mendapatkan penilaian sebagai lagu paling “relate” bagi para pendengarnya di kanal Youtube. Pun di lagu ini, Sivia kembali menujukkan keluasan range vokal-nya serta kebolehannya menghasilkan head voice dan riff n runs.
Penutup album ini, “Breath”, diawali dengan kombinasi suara pipa organ dan terompet yang mengantarkan pendengar pada sebuah gita tentang kesementaraan. Hubungan percintaan remaja biasanya sangat optimis. Sejoli yang baru mengenal cinta umumnya berpikir bahwa mereka akan bersama selamanya tanpa melihat bahwa masih ada jalan meliuk-liuk yang terbentang hingga ke saujana. Sivia kemudian membingkai kisahnya soal hentakan yang menyadarkannya bahwa tiada yang selamanya dalam nomor penutup ini.
Secara keseluruhan “Love Spells” adalah album R&B yang sangat kental nuansa Gospel. Maksimalisasi choir dan kemunculan pipa organ di beberapa bagian kawin manis dengan beat-beat khas R&B dan membuat album ini sangat enak didengar serta tidak membosankan. Album ini bisa didengar kapan saja, namun paling cocok ketika pagi hari. Walaupun, secara tema, “Love Spells” lebih banyak merefleksikan self-love setelah badai asmara yang porak-poranda, namun musiknya tetap bisa mengundang tubuh kita untuk bergerak.
Kiranya 99 persen album ini menggunakan adalah Bahasa Indonesia. Sementara 1 persennya menggunakan Bahasa Inggris, yakni pada bagian judul. Ya semua nomor di album ini dijuduli Bahasa Inggris, namun liriknya terkomposisi dari Bahasa Indonesia. Menurut Sivia, hal ini sengaja dilakukan sebab ia ingin pendengarnya benar-benar memahami lirik yang ia tulis. Namun, bisa dilihat juga kalau ia memahami situasi bahwa saat ini orang Indonesia sudah sangat terbiasa menggunakan bahasa campur (Inggris & Indonesia), bahkan hingga muncul terma “Bahasa Anak Jaksel”. Namun supaya tidak terlalu carut marut, ia membaginya dengan tegas yakni di judul dan di lirik.
Pada divisi lirik, elaborasi kata-kata Sivia memang tidak terlalu luas. Liriknya lugas dan katanya mudah dipahami. Meski akhir-akhir ini singer-songwriter seangkatannya, sebut saja Nadin Amizah, banyak mengeksplorasi kata-kata Indonesia yang jarang digunakan, namun Sivia tetap memilih menulis dengan “tembak langsung”.
Di sisi lain, tema self-love maupun self-sufficiency yang dominan pada lagu ini pun sangat relevan dengan isu yang berkembang hari ini. Toko buku dipenuhi dengan buku-buku self-help, penggaungan signifikansi kesehatan mental dan kampanye-kampanye untuk bisa mencintai diri sendiri hari ini menunjukkan bahwa tema ini memang tema bersama.
Outro
Selain albumnya, hal yang menarik dari kemunculan “Love Spells” ini adalah komunikasi pemasarannya. Seperti jamaknya musisi saat ini, Sivia pun merilis album ini lewat kanal music streaming dan Youtube. Ia juga melakukan promosi di beberapa media. Salah satu yang menarik adalah promosi yang dia lakukan di Youtube Channel Female Daily.
Audiens Sivia bisa dibilang mayoritas adalah remaja putri. Hal itu bisa dilihat ada komentar di Youtube Sivia. Bila para fans perempuan K-Pop memanggil idolanya yang juga perempuan (biasanya lebih tua) adalah unnie, maka audiens Sivia biasanya memanggilnya “kak”, menunjukkan bahwa mereka adalah juniornya.
Sivia adalah satu dari sedikit penyanyi yang mempromosikan albumnya lewat media kecantikan (beauty media). Di Youtube Channel Female Daily, dia menyanyikan beberapa lagu di album ini yang menunjukkan kualitas vokalnya secara nyata (live performance) sambil melakukan make up wajah. Ini menegaskan bahwa dia bukan penyanyi abal-abal.
Sivia tampaknya paham range audiensnya dan ia juga menyadari bahwa ia punya kemampuan untuk memengaruhi (the ability to influence) yang sudah lama ia tanam sejak muncul di Idola Cilik. Terlebih saat ini, Sivia punya personal branding yang cukup kuat; ia berjilbab namun tetap terkesan swag dan casual; ia berhijab namun musiknya sangat Gospel. Sivia muncul sebagai sosok yang edgy lepas dari kesan sosok yang “mainstream” kala ia menjadi personal girlband.
Pada media promosinya, Sivia lebih banyak menekankan “message” dari album ini dibandingkan mendeskripsikannya kualitas “Love Spells” secara musikal. Ia menggarisbawahi bahwa album ini adalah proses pendewasaan dirinya di mana banyak orang yang juga merasakannya (relate). Relate saat ini adalah check box penting dalam industri musik maupun industri konten.
Pun, Sivia membuka komunikasi dua arah tentang albumnya, khususnya lewat kanal Youtube. Di video Female Daily, ia meminta para penonton untuk memberikan komentar ataupun cerita apakah mereka pernah mengalami proses pendewasaan diri yang sama. Ajakan yang sama juga ia tuliskan pada deskripsi di postingan Youtube pribadinya. Di kanal Youtube pribadi itu pun ia membalas komentar-komentar dari para pendengarnya. Pendekatan personal itu tidak banyak dilakukan oleh musisi-musisi lainnya. Artinya, Sivia melakukan persuasi kepada pendengarnya supaya ada kesan bahwa tidak ada jarak antara idola dan penggemar, dan album ini adalah album yang relate serta merupakan kisah bersama yang dialami banyak orang.[]