“Saya senang diundang ke sini. Di dalam perkuliahan, pembahasan ini selalu muncul tapi tidak ada yang pernah mengaku,” Suzie Handajani, Dosen Antropologi UGM, membuka sesinya sebagai pembicara dalam Forum Diskusi Preliminary Notes #8 bertema “Menelisik Relasi Musik dan Audiens” yang diselenggarakan oleh LARAS – Studies of Music in Society dan Pusat Kebudayaan Koesnadi Hardjasoemantri (PKKH) UGM di Ruang Gong PKKH UGM pada Jumat sore (9/2). Acara tersebut dihadiri 40 orang peserta yang berasal dari berbagai kalangan baik mahasiswa, masyarakat umum maupun praktisi musik.

Dosen yang berfokus pada kajian budaya popular ini merasa bersemangat dengan kehadiran dua orang fans JKT48 yakni Zaenal Arifin dan Yosua yang juga menjadi narasumber diskusi. Keduanya menceritakan pengalaman mereka dalam menyukai idol group JKT48 dan aktivitas komunitas penggemar JKT48 yang mereka bangun di Jogjakarta bernama JKT48 Jogja Fans (JJF).

Arifin misalnya berkisah tentang pengalaman perdananya untuk menonton JKT48 di Teater JKT48 FX Sudirman. Bersama dengan sesama penggemar dari Jogja, mereka beramai-ramai datang ke ibukota untuk melihat aksi sang idola. Setelah bergembira melihat idolanya bernyanyi dan menari di panggung teater, diakhir acara dia bisa tos dengan semua personal JKT. Relasi yang personal dan dekat dengan idola ini adalah salah satu hal yang membuat Arifin menyukai idol group tersebut dibandingkan girlband lainnya. Menurutnya, jika ingin lebih dekat lagi dengan idola, mereka juga terfasilitasi. Hanya saja, ia harus merogoh kantung yang lebih dalam.

“Kita bisa berbicara dan curhat dengan anggota JKT48 di dalam bilik 1 x 1 meter namun harus membeli tiket untuk satu sesi. Satu sesi itu berkisar 10 detik. Ada yang habis berjuta-juta untuk bisa ngobrol seperti itu, karena waktu 10 detik itu dirasa kurang. Kalau dipikir-pikir ya nggak logis, tapi ya menyenangkan,”ceritanya.

Bukan hanya relasi idola dan fans saja yang terbangun, hubungan antar sesama fans JKT48 juga berkembang dengan terbentuknya JJF pada tahun 2012. Yosua bercerita selain berangkat bersama ke Jakarta untuk menonton konser JKT48, JJF pun menggelar sejumlah acara periodik diantaranya AC 48. “Di AC 48 ini para fans meng-cover lagu-lagu JKT 48 dengan genre yang kita sukai. Ada yang dibawa dengan gaya punk, rock, pop dan lain sebagainya,” ujar Yosua yang mengaku penggemar berat musik hard rock ini.

Irfan R Darajat salah satu peserta diskusi menanggapi bahwa para penggemar JKT48 ini memiliki selera yang berlapis. Artinya, selain menyukai JKT48, mereka juga menyukai aliran musik lain, seperti Yousa yang menyukai hard rock dan Arifin yang mengikuti perkembangan band-band indie. Menurut Suzie, ini menunjukkan bahwa banyak pengemar JKT48 yang cosmopolitan dan tidak terpatok pada satu identitas tunggal semata. Selain itu, Suzie juga menduga adanya kemunculan emotional metro sexuality. Kalau dulu, kata dia, fans berupaya untuk meniru idolanya atau bisa disebut sebagai embodied membership. Namun sekarang, ia melihat adanya emotional membership. “Dari tadi yang dibahas relasi antara idola dan penggemarnya ini adalah emosi. Jadi saya melihat adanya kemunculan metroseksual tapi secara emosi. Lah, emang kenapa kalau saya cowok, emang saya nggak bisa mengeluarkan emosi saya? Kira-kira begitu,” kata alumni University of Western Australia tersebut.

Lebih lanjut, Suzie mengibaratkan fenomena penggemar JKT48 ini seperti sebuah pembentukan negara. Para penggemar tersebut memiliki cultural citizenship yang terdiri dari tiga hal yakni pola pikir, praktek dan produk. Secara pemikiran mereka menggemari idolanya, dengan praktek melihat aksi idola di panggung maupun di luar panggung, serta produk yang dihasilkan adalah acara-acara komunitas.

Negara, lanjutnya, berasal dari kumpulan-kumpulan kecil seperti RT, RW, Desa, Kecamatan, Provinsi. Selain itu ada pula pemimpin negara berserta legislatif dan ada atribut yang digunakan pula. Menurutnya fans JKT 48 tersebar diberbagai daerah. Sementara para pemimpinnya adalah idola mereka, sedangkan atribut bisa dilihat dari logo komunitas. “Bisa saja ada Negara JKT 48. Mereka ini seperti community in the making,” simpulnya.