Selama 21 hari swakarantina, saya senang mendengarkan musik yang paling saya gemari dan bikin bersemangat: Heavy Metal dan turunannya yang trengginas. Sebuah jenis musik yang mengumbar energi dan emosi yang penuh agresi. Sangat maskulin. Tema-tema lagunya pun menggaungkan hal-hal yang berkaitan dengan kekuatan, kemarahan, hingga fantasi nan mistis.
Saat dijawil Irfan R. Darajat untuk menyusun playlist musik untuk Laras, hal pertama yang langsung terbersit adalah video-video cover lagu Metal yang dimainkan oleh cewek-cewek muda non-profesional di jagad YouTube. Mixtape Laras memang khusus menyusun lagu-lagu di situs video populer tersebut. Mungkin karena YouTube yang paling mudah dan umum digunakan masyarakat. Video-video cover lagu tadi langsung tersirat karena dalam format video, kita tak hanya mendengarkan tapi juga menonton, dan menonton video musik yang sensasinya sama seperti mendengarkan rekaman audio, ya, tentu saja video cover tersebut. Visual tidak terlalu dominan tapi tetap asik untuk dilihat. Sesi mendengar juga tidak terdistraksi oleh gerakan gambar yang tidak penting.
Ada dua hal umum yang menarik saat menyimak video musik ini: gender dan ekspresi warga biasa (budaya vernakular). Kedua hal ini tidak bisa diobrolin terpisah karena medium yang digunakan saling berkelindan. Seperti yang saya umbar di atas, musik Metal sangat dominan laki-laki meskipun kini banyak musisi atau band metal perempuan. Secara umum, kancah musik ini tetaplah maskulin. Keahlian teknik memainkan instrumennya pun selalu dilihat dengan pemahaman yang sangat berotot. Cover lagu yang dilakukan cewek-cewek di video ini menghancurkan anggapan tersebut. Sangat menohok karena dimainkan oleh musisi amatir. Bukan musisi yang berkiprah secara profesional. Tak hanya memainkan musik saja, musisi-musisi ini juga menyatakan minat dan pemikirannya secara politis tentang musik Metal di video yang mereka unggah.
Pada perkembangannya, aksi video cover amatir ini menarik minat industri mapan–seperti yang kita tahu, sudah kehilangan akal semenjak kehadiran internet. Industri mulai menawarkan kerja sama dalam produksi video dan alat promosi produk. Dari sisi musisi tersebut ini merupakan keniscayaan dan berkah dari kegiatan iseng dan hobi mereka. Perubahan pun terjadi. Produksi video makin profesional dengan tata cahaya, sound, lokasi, komposisi visual hingga tata rias dan busana yang seksi. Beberapa dari mereka kemudian menciptakan lagu dan meniti karir secara profesional. Kepopuleran di dunia maya membawa ke arena showbiz mapan dan kesempatan bertemu musisi idola. Tak sedikit juga musisi profesional yang berlagak amatir membuat video cover.
Kompilasi video ini menampilkan 7 lagu tunggal dan 1 komposisi lagu mashup yang hampir seluruhnya adalah lagu-lagu metal favorit saya. Daftar video disusun berdasarkan alur gaya musik dan keahlian permainan instrumen dari gitar, bass, drum, vokal, solo maupun double play (rhythm dan lead). Mixtape ditutup dengan video musik mashup dari seorang aktivis queer yang mencoba menirukan ragam vokalis perempuan dengan gaya yang penuh ambiguitas dan, meminjam istilah terkini, sangat non-binary. Di halaman kanal YouTube-nya ia mendapuk dirinya dalam sebuah pernyataan, “Music, Musings and the Annihilation of Gender“. Penonton dari beragam gender dijamin merasa nikmat.
Judul mixtape ini adalah plesetan dari kompilasi fenomal “Metal Massacre” yang dirilis pertama kali pada tahun 1981 oleh Metal Blade Records.
- Metallica – Master Of Puppets (Mel Cover)
- BABYMETAL – Doki Doki ☆ Morning (Junna Cover)
- Iron Maiden – Aces High (kemuらぴ Cover)
- Power Metal – Timur Tragedi (Ayu Gusfanz Cover)
- Morbid Angel – Rapture (Ami Kim Cover)
- Yngwie Malmsteen – Arpeggios (Juliana Wilson Cover)
- Possessed – The Exorcist (Elena Verrier Cover)
- Rock/Metal Mashups (Shonalika Cover)