(Ilustrasi: @candraniyulis)

Selama masa karantina akibat pandemi Covid-19, banyak orang yang menghabiskan waktunya di rumah dengan menonton drama Korea. Di antara sekian banyak drama seri Korea, yang paling banyak ditonton kembali salah satunya adalah trilogi Reply. Trilogi Reply yang digarap oleh sutradara Shin Won-ho dan penulis naskah Lee Woo-jung notabene memiliki tema yang sama yakni throwback masa remaja para protagonis. Ketiga drama ini adalah “Reply 1997” (2012), “Reply 1994” (2013) dan “Reply 1988” (2015).

Dari seliweran percakapan yang saya simak di internet, hal yang jamak diperbincangkan adalah soal cinta segitiga serta dilema antara cinta dan persahabatan di tiap judul. Misalnya di “Reply 1988” ada #TeamTaek vs #TeamJungpal atau di “Reply 1994” ada #TeamSseureki vs #TeamChilbong. Para lelaki ini memperebutkan hati protagonis wanita yang di tiap serialnya bermarga Sung.

Perdebatan antar kubu di kolom komentar seperti sudah lumrah. Namun buat saya, menyederhanakan serial Reply hanya sebagai kisah kasih remaja akan sangat disayangkan. Memang harus diakui, tema cinta ibarat MSG dalam cerita ini, sesuatu yang membuat gurih dan sedap karena gampang untuk dicerna, diikuti dan mungkin banyak dari kita yang pernah punya pengalaman serupa.

Bisa dibilang throwback Reply ini adalah nostalgia untuk Generasi X di Korea Selatan. Generasi X adalah mereka yang lahir pada rentang tahun 1965-1980. Generasi X umumnya digambarkan sebagai generasi dengan pola asuh orang tua yang banyak menghabiskan waktu untuk bekerja. Pada akhirnya, generasi ini pun mengikuti jejak yang sama. Hanya saja, Generasi X dinilai punya life balance yang lebih baik dibandingkan generasi lain. Mereka juga pengguna awal komputer dan video game versi sederhana. Banyak dari unsur-unsur ini, seperti life balance (keluarga, pekerjaan, hiburan, relasi personal dsb) maupun perkembangan teknologi disajikan sedemikian rupa dalam serial Reply.

Trilogi Reply sangat kaya dengan referensi budaya popular di Korea Selatan yang berkembang di tiap periodenya. Ketiganya kerap mendapatkan pujian karena riset dan rekonstruksi yang sangat baik atas kondisi di kurun waktu 1980-an dan 1990-an. Tidak hanya budaya popularnya saja, namun perkembangan teknologi komunikasi kala itu tentu saja cukup menonjol. Mulai dari telepon di “Reply 1988”, penyeranta (pager) di “Reply 1994”, hingga masa awal chatting lewat internet di “Reply 1997”. Pun, sedikit perkembangan politik dan catatan atas gerakan mahasiswa Korea Selatan tidak luput direpresentasikan terutama di “Reply 1988”.

Kali ini, saya ingin menjepret trilogi Reply dengan lensa musik popular. Meskipun debut trilogi ini dimulai dari tahun yang termuda yakni “Reply 1997”, namun dalam ulasan ini saya akan memulai dari belakang yakni Reply 1988 agar lebih kronologis. Pun sebagai orang non-Korea, saya ingin melihat ada apa dengan musik populer Korea Selatan sebelum era K-Pop tahun 2000-an dan bagaimana musik itu hidup dalam sebuah generasi lewat drama Reply ini.

Kejayaan Musik Balada dan Popularitas Festival Musik Kampus/CMF

“Reply 1988” berkisah tentang pertemanan lima orang sahabat di sebuah gang, di Ssangmun-dong, Seoul. Referensi musik pada drama ini sangat banyak dan beragam. Musik dalam hal ini bukan hanya sebagai soundtrack, namun juga dibicarakan oleh para tokoh dalam dialog-dialog mereka.

Genre musik di Korea pada tahun 1980-an tentu beragam. Mulai dari genre oldies dan rock yang mulai masuk pada tahun ’60-an dan ’70-an hingga pop, balada, dan fusion jazz. Namun dalam “Reply 1988”, yang paling menonjol di kalangan remaja (para tokoh saat itu duduk di bangku SMA) adalah pop balada. Pun bintang utama yang kerap disebut-sebut dan menjadi idola dari second lead (Kim Jung Hwan/Jungpal) adalah penyanyi balada Lee Moon Sae. Salah satu lagu balada Lee Moon Sae yang menjadi soundtrack di “Reply 1988” adalah Little Girl yang diasosiasikan dengan perasaan cinta kasih Jungpal kepada Sung Duksoen (female lead). Versi original Little Girl oleh Lee Moon Sae tetap diputar pada beberapa adegan, namun tim produksi juga membuat versi baru yang dinyanyikan oleh Oh Hyuk, vokalis band indie Korea ternama, Hyukoh. Kemungkinan besar untuk membuat lagu tersebut lebih familiar bagi penonton muda.

Selain Lee Moon Sae, penyanyi pop dance yang juga dikenal sebagai Michael Jackson-nya Korea Selatan, Park Nam-jung dan boyband SoBangCha kerap dibicarakan oleh lima sekawan tersebut. Saat bergunjing soal musik, para tokoh 1988 seperti remaja pada umumnya kerap menggebu-gebu. Misalnya, kala lagu Lee Moon Sae diputar di radio, mereka kadang berdebat lagu tersebut berasal dari album yang mana. Such a nerd!.

Band Folk Dongmulwon atau Zoo, juga disebut-sebut dalam sebuah adegan antara Sung Doek-soen dan Sung No-el (adik laki-laki Duksoen) saat mereka sedang mendengarkan siaran radio. Lagu Zoo berjudul Hyehwongdong pun jadi sountrack drama ini, namun dengan versi baru oleh Park Bo-ram. Lagu-lagu milik Zoo tampaknya kerap muncul di drama-drama yang digarap oleh Shin Won-ho, yang terbaru ada di drama Hospital Playlist.

Di samping para penyanyi dari kalangan selebritas, Ssangmun-dong squad juga mengikuti Festival Musik Campus/College Music Festival (CMF) yang diselenggarakan oleh stasiun TV MBC. Kompetisi penyanyi/band kampus ini digelar tiap tahun sejak tahun 1977 hingga 2013. Pada sebuah adegan di episode 7, Ssangmun-dong squad berkumpul di rumah Jungpal untuk melihat kompetisi tersebut. Hingga peserta nomor 15, mereka masih belum terlalu yakin untuk mendukung peserta yang mana. Pada saat peserta nomor 16 mulai memainkan intro lagu, dengan vokalis imut yang hanya ingin segera pulang untuk bertemu ibunya, para anak muda itu berdiri dari duduk mereka dan serempak memilih nomor 16. Peserta nomor 16 itu adalah band bernama Infinate Track yang berasal dari Universitas Sogang dan membawakan lagu bernuansa rock eksperimental berjudul To You. Lagu itu pula yang menjadi pembuka di Reply 1988.

Masih di Episode 7 dan masih soal Festival Musik Kampus, Kim Jung-bong (kakak dari Jungpal) mengajak anak-anak komplek untuk berkumpul dan membuat permainan Secret Santa, yakni bertukar kado secara rahasia. Jung-bong memang punya udang di balik batu. Dia membuat permainan ini karena ingin mendapatkan kado yakni album Festival Musik Kampus volume 4 (tahun 1980). Ketika dia berhasil mendapatkan kadonya, Kim Jung-bong pun memasang piringan hitam yang dia dapat dari Sung Noel dan terputarlah lagu After the Play oleh Sharp, peserta CMF tahun 1980 dari Universitas Yonsei. Lagu ini seolah memperkenalkan genre lain yang berkembang di tahun 1980-an yakni jazz fusion. Apabila anak indie Indonesia mendengarkan After the Play oleh Sharp, mereka pasti akan langsung teringat pada Ramondo Gascaro.

Seo Taiji, Bapak Pembangunan Fondasi K-Pop

Beranjak ke Reply kedua yakni “Reply 1994”. Dikisahkan dalam drama ini tentang tentang sebuah keluarga yang pindah dari kota kecil Masan ke kota besar Seoul. Di Seoul mereka pun membuka indekos di daerah Sinchon. Drama ini berkisah tentang dinamika sehari-hari para penghuninya yang mayoritas adalah mahasiswa tingkat awal di Universitas Yonsei.

Catatan musik populer yang paling menonjol di “Reply 1994” adalah cerita tentang Seo Taiji. Salah satu penghuni di indekos Sinchon bernama Jo Yoon-jinn adalah penggemar Seo Taiji kelas berat. Ia cenderung pendiam dan lebih suka menyendiri di kamarnya sambil mendengar lagu-lagu Seo Taiji. Mahasiswa semester satu Fakultas Tehnik itu pergi ke konser, membeli merchandise, mengejar-ngejar sang idola di tiap event bahkan menungu di depan rumah Sang Oppa hanya untuk melihat wajahnya walau hanya sekejap.

Pada tahun 1992, Seo Taiji mendirikan grup musik yang dilengkapi dengan backing vocal dan dancer, Seo Taiji and The Boys. Seo Taiji dianggap sebagai pembangun fondasi awal genre K-Pop di industri musik Korea Selatan pada saat itu. Ia termasuk generasi pertama yang memperkenalkan musik bergenre hiphop dan RnB kepada khalayak Korea Selatan dan membuat hibridasi musik barat dan Korea. Meski meramu beragam genre, namun pengaruh musik hiphop Amerika Serikat kental sekali dalam karya-karyanya. Dia pun menggunakan lirik berbahasa Inggris dan dicampur dengan Bahasa Korea, seperti yang kerap kita dengar dalam lagu-lagu K-Pop dewasa ini. Konten lagu Seo Taiji juga kerap berisi kritik sosial, oleh karenanya tak jarang ia mendapatkan tekanan dari otoritas terutama dalam bentuk sensor.

Tahun 1996, Seo Taiji mengumumkan undur diri dari dunia musik dan membubarkan grupnya. Keputusan ini mengguncang para fans. Seo Taiji memiliki basis penggemar yang sangat fanatik. Dalam “Reply 1994” diceritakan Yoon-jin menjadi depresi akibat berita bubarnya Seo Taiji and The Boys. Ia mengurung diri, tidak mau makan, dan membuat seluruh penghuni indekos Sinchon khawatir. Dalam dunia nyata peristiwa lebih ekstrim terjadi, beberapa fans dikabarkan bunuh diri. Saat Seo Taiji meninggalkan rumahnya dan pindah ke Amerika Serikat, para fans menyatroni apapun yang ada di rumah sang idola. Mereka mengambil segala macam barang mulai dari tirai hingga kran air. Karena Yoon-jin benar-benar gila, Samcheonpo sang pacar yang juga penghuni indekos, pun pergi ke rumah Seo Taiji untuk mengambil barang apa saja karena tidak tega melihat Yoon-jin yang begitu nelangsa. Samcheonpo pun pulang ke indekos Sinchon dengan membawa jamban dari rumah Seo Taiji untuk Yoon-jin.

Samcheonpo tidak bisa memahami mengapa seseorang bisa begitu fanatik. Ia pun bertanya pada pacarnya, mengapa begitu menyukai Seo Taiji. Lewat jawaban Yoon-jin kita bisa melihat bagaimana musik dan musisi bisa begitu berpengaruh pada kehidupan seseorang. Yoon-jin bilang saat kecil ia tidak berteman dengan siapa pun. Ia malu bergaul karena ibunya bisu, sehingga ia takut di-bully. Karena tidak memiliki teman, ia sering mengurung diri di kamar dan mendengar lagu-lagu Seo Taiji dari koleksi kaset milik kakaknya. Seo Taiji mengisi kekosongan itu. Lagu-lagu dan imajinasi atas sosok Seo Taiji menjadi sahabat bagi Yoon-jin yang masih remaja. Jadi ketika Seo Taiji memutuskan untuk pensiun, Yoon-jin merasa kehilangan sahabat dan hal itu membuatnya sangat hancur.

H.O.T vs Sechs Kies, Idol Group Generasi Pertama

Si sulung dari trilogi ini, “Reply 1997”, bercerita seputar kehidupan seorang gadis SMA yang selalu rangking terakhir di kelas namun ranking satu sebagai fans garis keras dari idol group K-Pop generasi pertama, H.O.T. Ia adalah anak pelatih baseball yang tinggal di Busan dan mempunyai sekumpulan sahabat.

Episode-episode awal dari “Reply 1997” banyak menyoroti kehidupan Sung Shi-won (female lead) sebagai seorang fans. Ia bolos sekolah untuk pergi ke luar kota diam-diam dan ikut temu fans. Dia adalah penggemar berat Tony (member H.O.T) yang kerap berlaku ekstrem seperti bermalam di depan rumah Tony, sampai memanjat pagar rumah tersebut untuk bisa bertemu sang Oppa.

H.O.T adalah generasi pertama idol group Korea yang biasanya terdiri dari anggota remaja, memiliki vokalis utama, rapper dan dancer. Grup ini didirikan pada tahun 1996 oleh SM Entertaniment dan bubar pada 2001. H.O.T sendiri memang ditarget untuk penggemar remaja, dimana nama grup ini merupakan akronim dari High-five of Teenagers. Pada saat yang bersamaan, muncul pula idol group tandingan Sechs Kies pada 1997. Dalam Reply 1997 digambarkan bagaimana Shi-won begitu marah pada sahabatnya Yoon Yoon-je karena si kawan lebih menyukai Sechs Kies. “Reply 1997” memberikan narasi tentang awal kemunculan idol group di Korea Selatan dan kultur fandom yang sangat ekstrim (yang juga masih terjadi hingga hari ini).

Tiga drama ini merupakan pigura kenangan bagi Generasi X di Korea Selatan–yang pada akhir tahun ’80-an dan ’90-an masih remaja. Ada lintasan musik popular yang dibangun mulai dari era sebelum hingga awal K-Pop, mulai dari musik balada hingga kemunculan hibridasi berbagai genre yang akhirnya dinamai genre K-Pop seperti yang kita kenal sat ini. Cerita ini menunjukkan bagaimana musik hidup dan jadi bagian penting dalam perjalanan sebuah generasi.

Selama kurun waktu satu dekade di latar cerita drama juga ditunjukkan bagaimana peran penting media massa dalam perkembangan budaya popular di Generasi X. Ada sebuah acara radio yang terus di bahas di tiga serial ini yakni Malam Berbintang atau Starry Night yang dibawakan oleh Lee Moon Sae. Para tokoh mendengarkan lagu, mengirimkan pesan ke radio, request lagu, mengirimkan salam untuk para teman dan tetangga serta curhat kepada penyiar. Di televisi juga banyak tontonan acara musik, salah satunya Festival Musik Kampus yang sudah disinggung di atas. Peran media massa sebagai ujung tombak distribusi produk budaya populer di dekade 90-an sudah tidak terlalu menggema lagi saat ini, perlahan digantikan oleh media-media lain yang bergerak lebih kilat, internet dan media sosial di antaranya.

Sebagai penutup, saya akan menyertakan sebuah alamat blog yang membuat daftar seluruh lagu, episode per episode, yang diputar dalam Reply 1997, Reply 1994 dan Reply 1988. Selamat menikmati.