Audio PN #2
PN #2:
PN#2 Senggol-senggolan: Konversi Musik ke dalam Ranah Sosial dan Politik
13 November 2014
Pembicara:
ARIS SETYAWAN
WISNU MARTHA ADIPUTRA
Musik dangdut yang kita kenal hari ini telah berkembang jauh sejak pertama kali kata “Orkes Melayu” pertama dimunculkan oleh Dr. A.K. Gani – Tokoh Sarekat Islam – pada dekade 1940an sebagai sebuah medium untuk mengangkat semangat nasional. Dari ranah musikal, Lono Simatupang mengatakan bahwa satu-satunya elemen Melayu yang masih melekat pada musik dangdut adalah frase “Orkes Melayu” yang ditempelkan pada nama kelompok musik. Bahkan institusi dangdut yang diketuai oleh Rhoma Irama pun tetap menggunakan istilah musik Melayu, Persatuan Artis Melayu Indonesia, bukan musik dangdut.
Sebagai fenomena kultural, dangdut telah menjelajahi dinamika sosial dan politik. Dalam keberadaannya kini, musik tidak lagi dilihat sekadar sebagai presentational performance, namun dapat pula menjadi upaya participatory. Musik sudah mengalami tawaran atau bahkan benturan yang membawanya pada konteks lain di masyarakat, seperti halnya dalam sebuah kampanye Pemilu Legislatif di mana musik tidak lagi menjadi teks utama. Musik menjadi objek ‘senggol-senggolan’ dalam artian yang kompleks; menyenggol dengan keras sekeras pil Koplo atau menyenggol dengan halus untuk semata mengingatkan adanya sebuah perhelatan Rites of Passage.