(Ilustrasi: @candraniyulis)
Pada suatu malam di akhir masa kuliah, saya yang tengah jenuh mengerjakan skripsi akhirnya melakukan random searching di internet mengenai Gurun Sahara. Artikel di laman National Geographic mengenai pemberontak dari suku Tuareg berjudul Lost Lords of the Sahara pun muncul di layar. Salah satu detail yang menarik perhatian saya adalah ketika mereka memainkan lagu dari band bernama Tinariwen saat tengah bercengkerama melingkari api unggun di malam hari. Akhirnya perjalanan saya di dunia maya berlabuh pada lagu “Assawt” milik Tinariwen di Spotify.
Seketika saya jatuh hati pada lagu tersebut. Dengan ketukan perkusi yang repetitif, riff gitar beraroma blues dan lirik berbahasa Tamasheq, lagu Tinariwen seperti membawa saya melintasi Sahara bersama kafilah suku Tuareg. Saya ingin menyebutnya sebagai rock padang pasir, namun beberapa literatur mencatat genre musik ini dengan berbagai istilah berbeda salah satunya yaitu The Ishumar Guitar.
Genre ini berasal dari suku Tuareg yang hidup di area Sahara selatan. Wilayah yang mereka diami terbentang melintasi beberapa negara yaitu Mali, Niger, Aljazair, Burkina Faso, dan Libya. Dalam artikel The Origins and Consequences of Tuareg Nationalism yang terbit di World Politics Review, Peter Dorrie, seorang jurnalis lepas, menjelaskan bahwa pada 1963 suku Tuareg melakukan pemberontakan pada pemerintah Mali. Akibat represi militer dari pemerintah Mali, memaksa banyak pemuda Tuareg mengungsi ke bagian selatan Aljazair. Di sinilah awal mula dari The Ishumar Guitar.
Nadia Belalimat, seorang antropolog asal Prancis, dalam buku Tuareg Society Within The Globalized World mencatat bahwa anak-anak muda Tuareg atau Ishumar yang menjadi diaspora di Aljazair ini menjadi pencetus dari The Ishumar Guitar. Salah satu yang paling terkenal adalah Ibrahim ag Alhabib yang kemudian membentuk Tinariwen. Mereka mengombinasikan melodi vokal dan ritme sinkopatis tradisional Tuareg dengan riff gitar ala blues dan rock. Dengan cepat musik mereka menjadi kultus bagi anak muda dan pemberontak Tuareg di Aljazair dan Libya.
Nadia mencatat bahwa periode 1990an menjadi era transisi genre ini dari musik politik bawah tanah ke area yang lebih populer. Semakin merebaknya popularitas The Ishumar Guitar di kalangan anak muda Tuareg membuat banyak grup musik bergenre ini bermunculan dengan kombinasi musik yang lebih luas. Hasil dari transisi ini dapat dilihat dengan lahirnya musisi populer Tuareg seperti Bombino, Mdou Mochtar, dan Etran Finitawa. Tema lagu-lagunya pun semakin beragam, mulai dari kehidupan suku Tuareg di padang pasir hingga lagu-lagu yang beraroma percintaan.
Bagi saya, aransemen musik menjadi hal yang paling menarik dari karya-karya The Ishumar Guitar. Kombinasi unsur blues dan rock dengan fragmen musik tradisional Tuareg menghasilkan lagu-lagu yang terdengar asing namun sangat menarik untuk dieksplorasi. Salah satu fragmen yang paling saya suka adalah ritme sinkopatik repetitif yang menjadi latar dari banyak lagu di genre ini. Fragmen tersebut dapat didengar di lagu “Assàwt” dan “Iswegh Attay” milik Tinariwen, “Ikalane Walegh” dari Toumast, dan Heeme ciptaan Etran Finatawa. Patut juga disimak lagu-lagu seperti “Kamane Tarhanin” dari Mdou Mochtar dan “Iyat Ninhay” dari Bombino yang sangat didominasi pengaruh rock modern tanpa kehilangan akar musik mereka.
Dalam menyusun mixtape ini saya mengombinasikan musisi-musisi Tuareg lintas generasi. Mulai dari pelopor seperti Tinariwen hingga Kel Assouf yang disebut oleh jurnalis Andy Morgan di The Guardian sebagai gelombang baru dari musik Tuareg. Saya juga menyertakan Les Filles de Illighadad sebagai representasi grup perempuan yang menonjol dalam kancah musik Tuareg. Lewat mixtape ini saya ingin menyajikan gambaran singkat dari sebuah genre yang lahir dari pusaran pemberontakan dan bertransisi menjadi identitas anak-anak muda dari sebuah suku yang hidup dengan melampaui batas-batas formal negara. Mixtape dapat didengar di sini.
Tracklist :
- Mdou Moctar – Kamane Tarhanin
- Tinariwen – Assàwt
- Etran Finatawa – Heeme
- Kel Assouf – Akaline
- Toumast – Ikalane Walegh
- Etran de L’Aïr – Agrim Agadez
- Les Filles de Illighadad – Telilit
- Bombino – Iyat Ninhay
- Tinariwen – Iswegh Attay